Channel Avatar

CAHAYA DHAMMA @UCHiXySmZWXygNET5CV6C22A@youtube.com

2.4K subscribers - no pronouns :c

Terima kasih sudah menonton semua video Kami. Semoga video


Welcoem to posts!!

in the future - u will be able to do some more stuff here,,,!! like pat catgirl- i mean um yeah... for now u can only see others's posts :c

CAHAYA DHAMMA
Posted 2 years ago

"Kisah Uggasena"

Suatu saat rombongan pemain drama keliling yang terdiri atas lima ratus penari dan beberapa pemain akrobat datang ke Rajagaha. Mereka mengadakan pertunjukan di dalam lingkungan istana Raja Bimbisara selama tujuh hari.
Di sana seorang penari muda yang merupakan putri seorang pemain akrobat bernyanyi dan menari di atas sebuah galah bambu yang panjang.

Uggasena, putra yang masih muda dari seorang hartawan, jatuh cinta dengan penari itu. Orangtuanya tidak dapat mencegah keinginan putranya untuk menikah dengan gadis tersebut
Ia menikahi penari muda Itu dan mengikuti rombongan tersebut.
Karena Uggasena bukan seorang penari juga bukan pemain akrobat maka ia benar-benar tidak berguna bagi rombongan tersebut.
Sehingga saat rombongan itu pindah dari satu tempat ke tempat lain, ia hanya membantu mengangkat kotak-kotak, mengemudikan kereta dan lain-lainnya.

Pada suatu saat seorang anak laki-laki lahir dari pasangan Uggasena dan istrinya, sang penari.
Kepada anak laki-lakinya, penari tersebut sering menyanyikan sebuah lagu seperti ini : "O kamu, putera seorang laki-laki yang menjaga kereta-kereta, lelaki yang mengangkut kotak-kotak dan buntelan-buntelan!
O kamu, putera seorang yang bodoh, yang tidak dapat melakukan apa pun."

Uggasena mendengar lagu itu.
Ia mengetahui bahwa isterinya menunjukkan hal itu kepadanya dan hal itu membuat ia sangat terluka dan tertekan. Maka ia pergi menemui ayah mertuanya, seorang pemain akrobat, dan meminta agar diajari bermain akrobat.
Setelah setahun berlatih, Uggasena menjadi pemain akrobat yang terampil.

Suatu ketika, Uggasena kembali ke Rajagaha, dan diumumkan bahwa Uggasena akan memperlihatkan keterampilannya dimuka umum selama tujuh hari.
Pada hari ketujuh, sebatang galah yang panjang digunakan dan Uggasena berdiri di atasnya. Dengan tanda-tanda yang diberikan dari bawah, ia berjungkir balik tujuh kali di atas galah itu.
Saat itu Sang Buddha melihat Uggasena dalam batin Beliau dan mengetahui bahwa telah tiba saatnya bagi Uggasena untuk mencapai tingkat kesucian Arahat.

Kemudian Sang Buddha memasuki kota Rajagaha, berusaha agar orang-orang (penonton) mengalihkan perhatiannya kepada Beliau, dan bukan bertepuk tangan untuk Uggasena atas prestasi akrobatiknya. Ketika Uggasena melihat bahwa ia sedang diabaikan dan tidak diacuhkan, ia hanya duduk di atas galah, merasa sangat tidak puas dan tertekan.

Sang Buddha menyapa Uggasena, "Uggasena, orang bijaksana seharusnya melepaskan semua kemelekatan pada kelompok-kelompok kehidupan (khanda), dan berjuang untuk mencapai kebebasan dari lingkaran tumimbal lahir."

Kehidupan Sang Buddha membabarkan syair 348 berikut :

Tinggalkan apa yang telah lalu, yang akan datang maupun yang sekarang (kemelekatan terhadap lima kelompok kehidupan) dan capailah "Pantai Seberang" (Nibbana).
Dengan pikiran yang telah bebas dari segala sesuatu, maka engkau tak akan mengalami kelahiran dan kelapukan lagi.

Pada saat khotbah Dhamma itu berakhir, Uggasena yang masih berada di atas galah, mencapai tingkat kesucian Arahat.
Ia turun dan segera diterima dalam pasamuan bhikkhu oleh Sang Buddha

Kisah-kisah Dhammapada
The Dhammapada Verses and Stories
Penyunting: Bhikkhu Jotidhammo
Sangha Theravada Indonesia 1997

8 - 0

CAHAYA DHAMMA
Posted 2 years ago

"Kisah seekor Induk Babi Muda"

Suatu kesempatan, ketika Sang Buddha berpindapata di Rajagaha, ia melihat seekor induk babi muda yang kotor dan Beliau tersenyum.
Ketika ditanya oleh Ananda, Sang Buddha menjawab, "Ananda, babi itu dulunya adalah seekor ayam betina di masa Buddha Kakusandha. Karena ia tinggal di dekat ruang makan di suatu vihara, ia biasa mendengar pengulangan teks suci dan khotbah Dhamma. Ketika ia mati, ia dilahirkan kembali sebagai seorang putri.

Suatu ketika, saat pergi ke kakus, sang putri melihat belatung dan ia menjadi sadar akan sifat yang menjijikkan dari tubuh. Ketika ia meninggal dunia, ia dilahirkan alam Brahma sebagai Brahma puthujjana , tetapi kemudian karena beberapa perbuatan buruknya, ia dilahirkan kembali sebagai seekor babi betina. Ananda lihat karena perbuatan baik dan perbuatan buruk tidak ada akhir dari lingkaran kehidupan

Kemudian Sang Buddha membabarkan syair 338 sampai 343 berikut ini :

Sebatang pohon yang telah ditebang masih akan dapat tumbuh dan bersemi lagi apabila akar-akarnya masih kuat dan tidak dihancurkan.
Begitu pula selama akar nafsu keinginan tidak dihancurkan, maka penderitaan akan tumbuh berulang kali.

Apabila tiga puluh enam nafsu keinginan di dalam diri seseorang mengalir deras menuju obyek-obyek yang menyenangkan, maka gelombang pikiran yang penuh nafsu akan menyeret orang yang memiliki pandangan salah seperti itu.

Dimana-mana mengalir arus (nafsu-nafsu keinginan). Dimana-mana tanaman menjalar tumbuh merambat.
Apabila engkau melihat tanaman menjalar (nafsu keinginan) tumbuh tinggi, maka harus kau potong akar-akarnya dengan pisau (kebijaksanaan)

Dalam diri makhluk-makhluk timbul rasa senang mengejar obyek-obyek indria, dan mereka menjadi terikat pada keinginan-keinginan indria.
Karena cenderung pada hal-hal yang menyenangkan dan terus mengejar kenikmatan-kenikmatan indria, maka mereka menjadi korban kelahiran dan
kelapukan.

Makhluk-makhluk yang terikat pada nafsu keinginan, berlarian kian kemari seperti seekor kelinci yang terjebak.
Karena terikat erat-erat oleh belenggu-belenggu dan ikatan-ikatan, maka mereka mengalami penderitaan untuk waktu yang lama.
.
Makhluk-makhluk yang terikat pada nafsu keinginan, berlarian kian kemari seperti seekor kelinci yang terjebak.
Karena itu seorang bhikkhu yang menginginkan kebebasan diri, hendaknya ia membuang segala nafsu-nafsu keinginannya

Kisah-kisah Dhammapada
The Dhammapada Verses and Stories
Penyunting: Bhikkhu Jotidhammo
Sangha Theravada Indonesia 1997

2 - 0

CAHAYA DHAMMA
Posted 2 years ago

"Kisah Sejumlah Bhikkhu"

Suatu saat para bhikkhu dari Kosambi terpecah menjadi dua kelompok.
Satu kelompok mengikuti ahli Vinaya dan kelompok lainnya mengikuti guru Dhamma. Mereka tidak mau memperhatikan meskipun Sang Buddha mendesak mereka untuk berdamai.
Sehingga Sang Buddha meninggalkan mereka dan menghabiskan masa vassa seorang diri berada di hutan, dimana gajah Palileyyaka melayani Beliau.

Akhir masa vassa, Y. A. Ananda pergi ke dalam hutan disertai dengan lima ratus bhikkhu. Dengan meninggalkan para bhikkhu pada suatu jarak tertentu, Y.A. Ananda sendiri mendekati Sang Buddha.
Kemudian Sang Buddha menyuruh untuk memanggil para bhikkhu yang lain.
Mereka semua datang, memberi hormat kepada Sang Buddha dan berkata, "Bhante! Bhante pasti telah mengalami kesulitan menghabiskan masa vassa seorang diri di hutan ini."

Sang Buddha kemudian menjawab, "Para bhikkhu, jangan berkata demikian, gajah Palileyyaka telah merawatku sepanjang waktu. Ia sesungguhnya satu teman yang sangat baik, satu teman yang sesungguhnya. Jika seseorang mempunyai teman baik seperti ini, ia seharusnya dekat dengannya, tetapi jika seseorang tidak dapat menemukan seorang sahabat yang baik, lebih baik tinggal sendirian."

Kemudian Sang Buddha membabarkan syair 328, 329 dan 330 berikut ini:

Apabila dalam pengembaraanmu engkau dapat menemukan seorang sahabat yang berkelakuan baik, pandai dan bijaksana, maka hendaknya engkau berjalan bersamanya dengan senang hati dan penuh kesadaran untuk mengatasi semua bahaya.

Apabila dalam pengembaraanmu engkau tak dapat menemukan seorang sahabat yang berkelakuan baik, pandai dan bijaksana, maka hendaknya engkau berjalan seorang diri, seperti seorang raja yang meninggalkan negara yang telah dikalahkannya, atau seperti seekor gajah yang mengembara sendiri di dalam hutan

Lebih baik mengembara seorang diri dan tidak bergaul dengan orang bodoh. Pergilah seorang diri dan jangan berbuat jahat, hiduplah dengan bebas (tidak banyak kebutuhan), seperti seekor gajah yang mengembara sendiri di dalam hutan.

Kisah-kisah Dhammapada
The Dhammapada Verses and Stories
Penyunting: Bhikkhu Jotidhammo
Sangha Theravada Indonesia 1997

6 - 0

CAHAYA DHAMMA
Posted 2 years ago

"Kisah Culasubhadda"

Anathapindika dan Ugga, orang kaya dari Ugga, belajar dibawah bimbingan guru yang sama ketika mereka berdua masih muda. Ugga mempunyai seorang anak laki-laki dan Anathapindika mempunyai seorang anak perempuan.
Ketika anak-anak mereka telah cukup dewasa, Ugga meminta persetujuan Anathapindika untuk menikahkan kedua anak mereka. Dengan demikian pernikahan diadakan, dan Culasubhadda, anak perempuan Anathapindika, harus tinggal di rumah mertuanya.

Ugga dan keluarganya adalah pengikut petapa bukan murid Sang Buddha.
Suatu saat mereka mengundang petapa tersebut ke rumahnya.
Pada kesempatan itu, Ugga meminta Culasubhadda untuk memberi penghormatan kepada para petapa telanjang bukan murid Sang Buddha tersebut.
Sebaliknya, ia bercerita kepada ibu mertuanya tentang Sang Buddha dan sifat-sifat mulia Beliau.

Ibu mertua Culasubhadda sangat ingin bertemu dengan Sang Buddha, setelah ia diberitahu tentang Sang Buddha oleh menantu perempuannya.
Ia bahkan menyetujui permintaan Culasubhadda mengundang Sang Buddha untuk menerima dana makanan di rumahnya.

Culasubhadda menyiapkan dan mengumpulkan persembahan lainnya untuk Sang Buddha beserta murid-murid Beliau. Kemudian ia naik ke tempat yang paling tinggi di rumahnya dan melihat kearah Vihara Jetavana.
Ia membuat persembahan bunga serta dupa dan merenungkan sifat-sifat dan kebajikan mulia Sang Buddha.
Ia kemudian mengucapkan keinginannya, "Bhante! Semoga hal ini membuat Bhante berkenan datang, bersama dengan murid-murid Bhante, ke rumah kami esok hari. Saya, umat awam yang berbakti, dengan penuh hormat mengundang Bhante.
Semoga permohonanku diketahui oleh Bhante melalui lambang dan sikap seperti ini."

Kemudian ia mengambil delapan genggam bunga melati dan menebarkannya ke langit.
Bunga-bunga itu mengambang di udara menuju Vihara Jetavana dan terletak menggantung pada langit-langit ruang pertemuan di mana Sang Buddha sedang membabarkan Dhamma.
Pada akhir khotbah Beliau, Anathapindika, ayah Culasubhadda, mendekati Sang Buddha untuk mengundang menerima dana makanan di rumahnya pada esok hari.

Sang Buddha menjawab bahwa ia telah menerima undangan Culasubhadda untuk esok hari. Anathapindika bingung dengan jawaban Sang Buddha dan berkata, "Tetapi Bhante, Culasubhadda tidak tinggal di Savatthi sini, ia tinggal di Ugga yang berjarak seratus dua puluh yojana dari sini."
Kepadanya Sang Buddha berkata, "Benar, perumah tangga, tetapi kebaikannya jelas terlihat nyata seakan-akan hadir
meskipun hal itu mungkin berada pada jarak jauh."

Kemudian Sang Buddha membabarkan syair 304 berikut :

Meskipun dari jauh, orang baik akan terlihat bersinar bagaikan puncak pegunungan Himalaya.
Tetapi meskipun dekat, orang jahat tidak akan terlihat, bagaikan anak panah yang dilepaskan pada malam hari.

Hari berikutnya, Sang Buddha datang ke rumah Ugga, ayah mertua Culasubhadda. Sang Buddha diiringi dengan lima ratus dalam perjalanan itu, mereka semua datang melalui udara dalam perahu penuh dekorasi yang diciptakan atas perintah Sakka, Raja para dewa.
Melihat Sang Buddha dalam kemegahan dan keagungannya, ayah mertua Culasubhadda sangat terkesan dan mereka memberi penghormatan kepada Sang Buddha. Untuk tujuh hari berikutnya, Ugga dan keluarganya memberi dana makanan dan membuat persembahan kepada Sang Buddha beserta murid-murid Beliau.

Kisah-kisah Dhammapada
The Dhammapada Verses and Stories
Penyunting: Bhikkhu Jotidhammo
Sangha Theravada Indonesia 1997

6 - 0

CAHAYA DHAMMA
Posted 2 years ago

"Kisah Seorang Bhikkhu dari Negeri Kaum Vajji"

Pada malam bulan purnama di bulan Kattika, penduduk Vesali merayakan festival perbintangan (nakkhatta) secara besar-besaran. Seluruh kota bersinar, dan ada banyak hiburan, dengan nyanyian, tarian, dan lain-lain.
Ketika itu ada seorang bhikkhu yang sedang melihat ke arah kota, sambil berdiri sendiri di vihara.
Bhikkhu itu merasa kesepian dan tidak puas dengan keadaannya.
Perlahan, ia bergumam pada dirinya sendiri. "Tidak ada seorangpun yang keadaanya lebih buruk dariku".
Saat itu juga, makhluk halus penjaga hutan menghampirinya dan berkata, "Makhluk-makhluk di alam neraka (Niraya) itu iri hati terhadap keadaan makhluk-makhluk di alam dewa, demikian pula orang-orang iri hati dengan keadaan mereka yang hidup sendiri di dalam hutan."
Mendengar kata-kata ini, bhikkhu tersebut menyadari kebenaran kata-kata itu dan ia menyesal bahwa Ia telah berpikir sedemikian sempit terhadap keadaan seorang bhikkhu.

Pagi-pagi buta pada keesokan harinya, bhikkhu tersebut pergi menghadap Sang Buddha dan melaporkan kejadian itu.
Dalam jawaban Beliau, Sang Buddha menceritakan kepadanya tentang betapa sulitnya kehidupan semua makhluk-makhluk.

Kemudian Sang Buddha membabarkan syair 302 berikut :

Sungguh sukar untuk menempuh kehidupan tanpa rumah (pabbajja)
Sungguh sukar untuk bergembira dalam menempuh kehidupan tanpa rumah.
Kehidupan rumahtangga adalah sukar dan menyakitkan.
Tinggal bersama mereka yang tidak sesuai sungguh menyakitkan.
Hidup mengembara dalam proses tumimbal lahir (samsara) juga menyakitkan.
Karena itu janganlah menjadi pengembara (dalam samsara), atau menjadi pengejar penderitaan.

Bhikkhu itu mencapai tingkat kesucian Arahat setelah khotbah Dhamma itu berakhir.

Kisah-kisah Dhammapada
The Dhammapada Verses and Stories
Penyunting: Bhikkhu Jotidhammo
Sangha Theravada Indonesia 1997

8 - 0

CAHAYA DHAMMA
Posted 2 years ago

"Kisah Anak Laki-laki Penebang Kayu"

Suatu ketika di Rajagaha, seorang penebang kayu pergi ke dalam hutan dengan anak laki-lakinya untuk mencari kayu. Waktu kembali ke rumah pada sore hari, mereka berhenti dekat suatu pemakaman untuk makan.
Mereka juga melepas kuk dari dua lembu jantannya sehingga lembu-lembu bisa merumput di sekitar tempat itu.
Tapi kedua lembu jantan itu pergi tanpa mereka sadari. Segera setelah mereka sadar bahwa dua ekor lembunya telah hilang, penebang kayu pergi mencarinya, meninggalkan anaknya dengan kereta berisi kayu bakar. Sang ayah memasuki kota, mencari lembunya.
Ketika ia kembali pada anaknya, ternyata ia sudah terlambat, gerbang kota telah ditutup. Karena itu anak laki-lakinya terpaksa tidur sendiri di bawah kereta.

Anak laki-laki penebang kayu itu, meskipun usianya muda, selalu penuh perhatian dan mempunyai kebiasaan merenungkan sifat-sifat mulia Sang Buddha.

Malam itu dua raksasa datang untuk menakut-nakuti dan ingin membuatnya celaka. Ketika salah satu raksasa menarik kaki anak laki-laki itu, ia berteriak, "Saya menghormati kepada Sang Buddha" (Namo Buddhassa).

Mendengar kata-kata dari anak itu, raksasa-raksasa menjadi ketakutan dan juga merasa harus melindungi anak itu.
Sehingga salah satu dari kedua raksasa itu tetap berada dekat anak itu, menjaganya dari semua bahaya.
Raksasa lainnya pergi ke istana raja dan membawa nampan berisi makanan Raja Bimbisara. Kedua raksasa memberi makan kepada anak itu bagaikan anaknya sendiri. Di istana raja, raksasa meninggalkan pesan tertulis perihal nampan makanan istana dan pesan ini hanya terbaca oleh sang raja.

Pada pagi hari, pegawai raja menemukan bahwa nampan makanan istana telah hilang, mereka sangat putus asa dan ketakutan. Raja menemukan pesan yang ditinggalkan oleh raksasa dan menunjukkan pegawainya tempat dimana ia harus mencari.
Pegawai raja menemukan nampan makanan istana di antara kayu bakar di dalam kereta. Mereka juga menemukan anak laki-laki yang masih tidur di bawah kereta. Ketika ditanya, anak Itu menjawab bahwa ayahnya datang kepadanya untuk memberi makan pada malam hari dan ia tidur pulas, tanpa takut setelah memakan makanannya.
Anak itu hanya mengetahui sampai di situ, tidak lebih.

Raja menghadapkan kedua orangtuanya bersama dengan anak itu kepada Sang Buddha. Raja waktu itu telah mendengar bahwa anak tersebut selalu penuh perhatian merenungkan sifat-sifat mulia Sang Buddha dan juga ia telah meneriakkan Namo Buddhasa, ketika raksasa menarik kakinya di malam hari.

Raja bertanya kepada Sang Buddha, "Apakah penuh perhatian terhadap sifat-sifat mulia Sang Buddha adalah satu-satunya Dhamma yang dapat memberikan perlindungan kepada seseorang terhadap kemalangan dan marabahaya, ataukah penuh perhatian terhadap sifat-sifat mulia Dhamma sama manfaat dan kuatnya?"

Sang Buddha menanggapi, "O, Raja, siswaKu! Terdapat enam hal, apabila penuh perhatian terhadapnya akan merupakan perlindungan yang baik mengatasi kemalangan dan marabahaya.

Kemudian Sang Buddha membabarkan syair 296, 297, 298, 299, 300, dan 301 berikut ini :

Para siswa Gotama telah bangun dengan baik dan selalu sadar, sepanjang siang dan malam mereka selalu merenungkan sifat-sifat mulia Sang Buddha dengan penuh kesadaran

Para siswa Gotama telah bangun dengan baik dan selalu sadar, sepanjang siang dan malam mereka selalu merenungkan sifat-sifat mulia Dhamma dengan penuh kesadaran

Para siswa Gotama telah bangun dengan baik dan selalu sadar, sepanjang siang dan malam mereka selalu merenungkan sifat-sifat mulia Sangha dengan penuh kesadaran

Para siswa Gotama telah bangun dengan baik dan selalu sadar, sepanjang siang dan malam mereka selalu merenungkan sifat-sifat badan jasmani dengan penuh kesadaran

Para siswa Gotama telah bangun dengan baik dan selalu sadar, sepanjang siang dan malam mereka bergembira dalam keadaan bebas dari kekejaman.

Para siswa Gotama telah bangun dengan baik dan selalu sadar, sepanjang siang dan malam mereka bergembira dalam ketentraman samadhi.

Pada saat khotbah Dhamma itu berakhir, anak itu beserta kedua orangtuanya mencapai tingkat kesucian Sotapatti.
Kemudian mereka bergabung dalam Pesamuan Bhikkhu (Sangha) dan akhirnya mencapai tingkat kesucian Arahat.

Kisah-kisah Dhammapada
The Dhammapada Verses and Stories
Penyunting: Bhikkhu Jotidhammo
Sangha Theravada Indonesia 1997

9 - 0

CAHAYA DHAMMA
Posted 2 years ago

Berbuat baik itu tentu sangat baik dan sangat bermanfaat bagi siapa pun yang terlibat, baik si pelaku maupun si penerima kebaikan itu, bahkan bisa juga untuk siapa saja mungkin merasakan pengaruh dari perbuatan baik tersebut di lingkungan sekitarnya.

SEANDAINYA ORANG TAHU MANFAAT BERDANA.

Berbuat baik, dalam hal ini berdana tentu dan secara pasti akan membawa pengaruh baik atau dengan kata populernya akan bermanfaat. Sangat tidak mungkin berbuat baik itu akan membawa kerugian bagi siapa pun. Jika ada perbuatan baik yang merugikan berarti itu bukan perbuatan baik.

Dalam Itivuttaka 26;18-49 Sang Buddha berkata: Wahai para bhikkhu, seandainya orang-orang tahu, sebagaimana yang Saya ketahui, hasil dari berdana dan berbagi, mereka tak akan makan tanpa memberi terlebih dahulu, ataupun membiarkan noda kekikiran menguasai diri mereka serta mengakar dalam pikiran mereka. Kendatipun merupakan cuil terakhirnya, suap terakhirnya, mereka tak akan menyantapnya tanpa membaginya terlebih dahulu, seandainya ada orang untuk berbagi makanan tersebut. Namun, para bhikkhu, sebagaimana yang tidak diketahui orang-orang, sebagaimana yang Saya ketahui, hasil dari berdana dan berbagi, mereka makan tanpa memberi terlebih dahulu, dan noda kekikiran menguasai diri mereka serta mengakar dalam pikiran mereka.

MENGAPA ORANG BERDANA?

Kadang-kadang masih ada orang suka bertanya soal berbuat baik seperti berdana, Mengapa sih orang harus berdana? Untuk apa berdana? Memang setiap orang yang berdana memiliki dasar atau alasan atau motivasi untuk berdana. Tidak semua orang yang berdana selalu dengan motivasi yang baik dan penuh ketulusan serta juga karena keyakinan. Tetapi ada kalanya orang tertentu berdana atau berbuat baik terlihat baik padahal ada dorongan pemikiran tertentu yang kurang baik atau kurang sesuai.

Seperti kata Sang Buddha dalam Anguttara Nikaya VIII.33 mengenai berdana dengan motivasi yang berbeda-beda, sebagaimana dikatakan O para bhikkhu, ada delapan alasan berdana, yaitu 1) Orang bisa berdana karena kasih sayang, 2) Orang bisa berdana karena marah, 3) Orang bisa berdana karena kebodohan, 4) Orang bisa berdana karena takut, 5) Orang bisa berdana dengan pemikiran bahwa dana seperti ini pernah diberikan sebelumnya oleh ayah dan kakekku, 6) Orang berdana dengan pemikiran bahwa dirinya akan terlahir kembali di alam bahagia, 7) Orang berdana dengan pemikiran bahwa saat memberikan dana ini pikiranku akan gembira, 8) Orang berdana karena akan memperindah batin.

KEBAJIKAN ORANG MULIA.

Orang yang bisa mengerti, yang menyadari, yang tergolong mulia akan memberikan dana atau berbuat baik dengan dasar-dasar yang sesuai yaitu karena: 1) Adanya keyakinan, 2) Dengan penuh hormat, 3) Pada saat yang tepat, 4) Dengan murah hati, 5) Tanpa mengeluhkan dirinya sendiri maupun orang lain.

SALING MENDUKUNG.

Suatu perbuatan baik yang terjadi antar sesama sesungguhnya bisa saling melengkapi dan saling berkaitan satu sama lain, bahkan saling membutuhkan satu dengan yang lainnya antar sesama. Dalam Itivuttaka 107.111 Sang Buddha mengatakan, Para bhikkhu, para brahmana, para perumah tangga sungguh berjasa terhadap kalian. Mereka menyediakan bagi kalian keperluan jubah, dana makanan, tempat tinggal dan obat-obatan tatkala sakit. Dan kalian sungguh berjasa terhadap para brahmana perumah tangga karena kalian mengajarkan Dhamma yang indah pada awalnya, pada tengahnya, dan pada akhirnya dengan prinsip secara teori (dalam wejangan/ bimbingan) dan juga terapan (praktik).

Sudah kurang tentu hal tersebut sangat jelas dan pasti satu sama lain membawa ketentraman, kedamaian, keharmonisan, dan kebahagiaan bagi siapa saja yang berpikir ingin terlibat dalam perbuatan baik seperti itu.

KELAHIRAN KEMBALI SETELAH BERBUAT BAIK.

Setelah berbuat baik ataupun berdana si pelaku akan memperoleh akibat dari perbuatannya sendiri. Buah dari perbuatan baiknya akan membawa kebahagiaan bagi hidupnya di manapun ia berada di kehidupan ini maupun di kehidupan akan datang setelah kematian tiba nanti pada saatnya.

Dalam Anguttara Nikaya VIII.39 Sang Buddha mengatakan bahwa orang yang telah berbuat baik akan mengalami kelahiran kembali di alam bahagia, seperti di antara para bangsawan, para brahmana, para perumah tangga yang makmur, bahkan di alam surga Tusita, atau di alam Yama, atau juga alam brahma. Seorang pelaku kebajikan tentu akan membawa pengaruh terjadinya perubahan yang lebih baik di berbagai situasi.

Sumber:
Tipitaka Tematik, Ehipassiko Foundation, 2009.

5 - 1

CAHAYA DHAMMA
Posted 2 years ago

"Kisah Wanita yang Memakan Habis Telur-telur dari Seekor Ayam"

Suatu ketika hiduplah seorang wanita di suatu desa dekat Savatthi.
Ia mempunyai seekor ayam betina dalam rumahnya, setiap kali ayam itu bertelur, ia memakannya. Ayam itu sangat terluka hatinya dan marah serta bertekad membalas dendam kepada wanita tersebut, sehingga ayam itu membuat suatu keinginan agar dapat dilahirkan sebagai makhluk dengan posisi yang dapat membunuh keturunan wanita itu . Keinginan ayam itu terpenuhi karena ia terlahir kembali menjadi seekor kucing, dan si wanita terlahir kembali sebagai seekor ayam betina di rumah yang sama
Kucing itu memakan habis telur-telur si ayam. Dalam kehidupan mereka berikutnya, ayam betina menjadi seekor harimau dan kucing menjadi seekor rusa.
Harimau memakan rusa beserta keturunannya. Dengan demikian, permusuhan berlangsung terus selama lima ratus kali kehidupan kedua makhluk tersebut.

Pada masa kehidupan Sang Buddha, salah satu dari mereka terlahir kembali sebagai seorang wanita dan yang satu lagi sebagai raksasa wanita.

Dalam suatu kesempatan, wanita tersebut sedang kembali dari rumah orangtuanya menuju rumahnya sendiri dekat Savatthi. Suaminya dan anak laki-lakinya yang masih balita juga bersamanya. Ketika mereka sedang berada beristirahat dekat dengan sebuah kolam di tepi jalan, suaminya pergi untuk mandi di kolam tersebut.
Pada saat itu si wanita melihat raksasa wanita dan mengenalinya sebagai musuh lamanya. Dengan membawa anaknya, ia melarikan diri menjauhi raksasa wanita itu, menuju ke Vihara Jetavana dimana Sang Buddha sedang membabarkan Dhamma. Ia meletakkan anaknya di kaki Sang Buddha.

Raksasa wanita yang mengejar wanita itu tiba di pintu vihara, namun makhluk halus penjaga pintu gerbang vihara tidak mengijinkannya untuk masuk
Ketika melihat hal itu Sang Buddha menyuruh Y.A Ananda untuk membawa masuk raksasa wanita ke hadapan Beliau. Ketika raksasa itu datang, Sang Buddha menegur baik wanita maupun raksasa wanita , perihal rantai permusuhan yang panjang di antara mereka.

Beliau mengatakan, "Jika kamu berdua tidak datang kepada-Ku hari ini, permusuhanmu akan berlangsung terus tanpa akhir. Permusuhan tidak dapat diredakan oleh permusuhan, permusuhan hanya dapat diredakan oleh cinta kasih."

Kemudian Sang Buddha membabarkan syair 291 berikut :

Barangsiapa menginginkan kebahagiaan bagi dirinya sendiri dengan menimbulkan penderitaan pada orang lain, maka ia tidak akan terbebas dari kebencian, ia akan terjerat dalam kebencian.

Pada saat khotbah Dhamma berakhir, raksasa wanita menyatakan berlindung dalam Tiga Permata, yaitu Buddha, Dhamma dan Sangha.
Sedangkan wanita itu mencapai tingkat kesucian Sotapatti.

Kisah-kisah Dhammapada
The Dhammapada Verses and Stories
Penyunting: Bhikkhu Jotidhammo
Sangha Theravada Indonesia 1997

3 - 0

CAHAYA DHAMMA
Posted 2 years ago

"Kisah Perbuatan Lampau Sang Buddha"

Suatu ketika, musibah kelaparan melanda kota Vesali, di awali dengan musim kering yang lama dan keras.
Akibat kekeringan ini hampir semua panen gagal dan banyak orang meninggal dunia karena kelaparan .
Hal ini diikuti oleh penyebaran wabah penyakit. Karena masyarakat tidak lagi mampu menangani pembuangan mayat-mayat, maka bau busuk di udara menyebar ke mana-mana. Bau busuk ini menarik perhatian para raksasa.
Penduduk Vesali menghadapi musibah kehancuran yang ditimbulkan oleh kelaparan, penyakit dan juga kehadiran para raksasa.
Dalam kesedihan dan penderitaannya, mereka mencoba mencari perlindungan.
Mereka berpikir untuk mencari bantuan dari berbagai sumber, namun akhirnya mereka memutuskan untuk mengundang Sang Buddha.

Serombongan utusan dipimpin oleh Mahali, seorang pangeran suku Licchavi, dan putra brahmana kepala dikirim ke Raja Bimbisara untuk memohon Sang Buddha berkenan melakukan kunjungan ke Vesali, dan menolong mereka yang sedang dalam musibah.
Sang Buddha mengetahui bahwa kunjungan ini akan membawa manfaat bagi banyak orang, maka Beliau menyetujui untuk pergi ke Vesali.

Mendengar Sang Buddha bersama para bhikkhu akan mengadakan muhibah ke negara tetangga, Raja Bimbisara memperbaiki jalan dari Rajagaha sampai ke tepi sungai Gangga.
Ia juga membuat persiapan-persiapan lain dan mendirikan tempat-tempat peristirahatan khusus pada jarak-jarak tertentu dalam setiap yojana.

Ketika segala sesuatunya telah siap, Sang Buddha berangkat menuju Vesali bersama lima ratus bhikkhu.
Raja Bimbisara juga menyertai Sang Buddha. Pada hari kelima mereka sampai di tepi sungai Gangga dan Raja Bimbisara mengirim kabar pada pangeran-pangeran Licchavi.

Di tepi sungai seberang, pangeran-pangeran Licchavi telah memperbaiki jalan dari tepi sungai itu menuju kota Vesali dan telah membangun tempat-tempat beristirahat seperti yang telah dilaksanakan oleh Raja Bimbisara di sisi sungai wilayahnya.
Sang Buddha pergi menuju Vesali dengan diiringi pangeran-pangeran Licchavi namun Raja Bimbisara tetap tinggal di tepi sungai wilayahnya.

Segera setelah Sang Buddha mencapai tepi seberang sungai, hujan lebat turun dengan derasnya, sehingga membersihkan kota Vesali.
Sang Buddha dipersilahkan beristirahat dalam rumah peristirahatan yang khusus dipersiapkan untuk Beliau dipusat kota.

Sakka, Raja para dewa, dengan para pengikutnya datang menghormat kepada Sang Buddha. Melihat kedatangan para dewa, para raksasa melarikan diri.

Pada saat hari yang sama, Sang Buddha membabarkan Khotbah Permata (Ratana Sutta) dan meminta Y A. Ananda untuk berjalan mengelilingi dinding kota yang berlapis tiga dengan para pangeran Licchavi sambil mengulang Sutta tersebut.

Y. A. Ananda melakukan apa yang diminta. Ketika syair-syair perlindungan (paritta) diucapkan, banyak dari mereka yang sakit menjadi sembuh dan mengikuti Y.A. Ananda berjalan menuju tempat Sang Buddha berada.

Sang Buddha membabarkan Sutta yang sama dan mengulanginya selama tujuh hari
Pada akhir hari ketujuh, segala sesuatunya di kota Vesali menjadi normal kembali.
Para pangeran Licchavi dan penduduk Vesali merasa terbebas dari musibah dan sangat bersuka cita. Mereka juga sangat berterima kasih kepada Sang Buddha dan melakukan persembahan kepada-Nya dalam jumlah yang sangat besar dan mewah. Mereka juga mengiringi Sang Buddha dalam perjalan pulang sampai di tepi Sungai Gangga di akhir hari ketiga.

Saat tiba di tepi sungai, Raja Bimbisara sedang menunggu Sang Buddha, demikian pula para dewa, brahma dan raja para naga bersama rombongannya masing-masing. Mereka semua menghormat dan melakukan persembahan kepada Sang Buddha.
Para dewa dan brahmana datang menghormat dengan payung, bunga, dan lain-lain dan melagukan syair pujian kepada Sang Buddha.
Para naga datang dengan perahu yang terbuat dari emas, perak, dan rubi mengundang Sang Buddha ke tempat kediaman para naga. Mereka juga menaburi permukaan air dengan lima ratus jenis teratai.
Inilah satu diantara tiga kesempatan dalam hidup Sang Buddha, kesempatan manusia, dewa dan brahma datang bersama-sama untuk melakukan penghormatan kepada Beliau.

Kesempatan pertama, ketika Sang Buddha menunjukkan kekuatan dan keagungan Beliau dengan keajaiban ganda, memancarkan cahaya api dan mengeluarkan air dari tubuh Beliau.

Kedua, saat Sang Buddha kembali dari alam dewa Tavatimsa setelah Beliau membabarkan Abhidhamma di sana.

Sang Buddha ingin menghargai para naga diiringi , kemudian Beliau melakukan kunjungan ketempat kediaman para naga, diiringi oleh para bhikkhu.
Sang Buddha dan rombongan pergi dengan lima ratus perahu yang dibawa para naga. Setelah berkunjung ke tempat kediaman para naga, Sang Buddha kembali ke Rajagaha diiringi Raja Bimbisara. Mereka tiba di Rajagaha pada hari kelima.

Di hari setelah kedatangan mereka di Rajagaha, ketika para bhikkhu sedang membicarakan tentang kehebatan dan keagungan yang mengagumkan dari perjalanan dari dan ke Vesali, Sang Buddha menghampiri mereka.

Setelah mengetahui pokok pembicaraan mereka, Sang Buddha berkata, "Para bhikkhu, bahwa Saya telah dihormati sedemikian tinggi oleh brahma, dewa dan manusia dan bahwa mereka melakukan persembahan kepadaKu dengan jumlah yang sedemikian besar dan mewah pada kesempatan ini bukanlah disebabkan oleh kekuatan yang sekarang Saya miliki.
Itu hanyalah karena Saya telah melakukan beberapa perbuatan baik yang kecil dalam salah satu kehidupannya yang lampau, sehingga Saya sekarang menikmati manfaat sedemikan besarnya."
Kemudian Sang Buddha menjelaskan kisah salah satu dari kehidupan lampau Beliau, ketika Beliau menjadi seorang brahmana bernama Sankha.

Suatu ketika ada seorang brahma bernama Sankha yang hidup di kota Taxila. Ia mempunyai seorang putra bernama Susima. Ketika Susima berumur enam belas tahun, ia dikirim oleh ayahnya pada brahmana lain untuk belajar ilmu perbintangan. Gurunya mengajarkan semua yang seharusnya dipelajari, tetapi Susima tidak sepenuhnya puas.
Karena itu gurunya memerintahkan agar ia mendekati para Paccekabuddha yang sedang berdiam di Isipatana, tetapi para Paccekabuddha mengatakan kepadanya bahwa ia harus menjadi seorang bhikkhu terlebih dahulu. Karena itu ia menjadi seorang bhikkhu dan diberi pelajaran bagaimana bertingkah laku sebagai seorang bhikkhu. Susima berlatih meditasi dengan rajin, ia segera memahami "Empat Kebenaran Mulia", mencapai Bodhinana, dan menjadi seorang Paccekabuddha.
Tetapi sebagai akibat perbuatan lampaunya, Susima tidak berumur panjang. Ia meninggal, mencapai Parinibbana segera setelah Itu.

Sankha, ayah Susima, datang mencari anak laki-lakinya, tetapi ia hanya menemukan stupa relik anak laki-lakinya disimpan. Brahmana itu menjadi sangat terpukul karena kehilangan anak laki-lakinya. Ia menghampiri stupa itu, membersihkan halaman, membersihkan rumput liar, kemudian ia menutup tanah tersebut dengan pasir dan memercikinya dengan air. Kemudian, ia pergi ke dalam hutan dekat daerah itu untuk mencari bunga-bunga liar dan menancapkannya di tanah basah tersebut
Dengan cara tersebut, ia mempersembahkan pelayanannya dan memberikan penghormatan kepada Paccekabuddha yang dulu adalah putranya. Karena perbuatan baik yang dilakukan pada kehidupan lampaunya itu maka Sang Buddha mendapat manfaat, bahwa ia dilimpahi dengan persembahan mewah, ia dihormati demikian tinggi dan ia memperoleh bakti demikian besar pada kesempatan khusus itu.

Kemudian Sang Buddha membabarkan syair 290 berikut :

Apabila dengan melepaskan kebahagiaan yang lebih kecil orang dapat memperoleh kebahagiaan yang lebih besar, maka hendaknya orang bijaksana melepaskan kebahagiaan yang kecil itu, guna memperoleh kebahagiaan yang lebih besar.

Kisah-kisah Dhammapada
The Dhammapada Verses and Stories
Penyunting: Bhikkhu Jotidhammo
Sangha Theravada Indonesia 1997

6 - 0

CAHAYA DHAMMA
Posted 2 years ago

"Kisah Mahadhana, Seorang Saudagar"

Suatu ketika, seorang saudagar dari Banarasi akan menghadiri sebuah festival di Savatthi dengan membawa 500 kereta yang penuh dengan kain dan barang dagangan lainnya.
Ketika tiba di tepi sebuah sungai dekat Savatthi, air sungai tersebut sedang meluap. Ia menunda perjalannya selama tujuh hari karena hujan yang lebat dan air sungai yang tidak kunjung surut.
Karenanya, ia menjadi terlambat mengikuti festival, sehingga tidak berguna lagi baginya untuk menyeberangi sungai itu.

Karena datang dari jauh, dia tidak ingin kembali ke rumah dengan barang dagangan yang masih utuh.
Akhirnya Ia memutuskan untuk menghabiskan musim hujan, musim dingin, dan musim panas di tempat itu, dan mengajak semua pelayannya untuk turut serta.

Saat Sang Buddha pergi berpindapata, Beliau mengetahui keputusan itu dan tersenyum. Ananda bertanya mengapa Sang Buddha tersenyum dan Sang Buddha pun menjawab, "Ananda, tahukah kau pedagang itu? Dia mengira bahwa ia dapat tinggal di sini dan menjual semua barangnya sepanjang tahun.
Dia tidak menyadari bahwa ia dapat meninggal dunia di sini dalam waktu tujuh hari. Apa yang harus dilakukan hendaknya dilakukan hari ini.
Siapa dapat mengetahui seseorang akan meninggal dunia esok? Kita tidak dapat berkompromi waktu dengan Raja Kematian. Orang yang selalu waspada tiap pagi dan malam, yang tidak terganggu oleh kekotoran batin, penuh semangat, yang hidup untuk hanya satu malam, adalah pengguna waktu yang baik."

Kemudian Sang Buddha menyuruh Ananda untuk mendatangi saudagar Mahadhana. Ananda menjelaskan kepada Mahadhana bahwa waktu terus berlalu dan bahwa ia harus meninggalkan kelalaian dan menjadi waspada. Memikirkan tentang kematian akan menyambutnya, Mahadhana menjadi sadar dan merasa takut.
Sehingga, selama tujuh hari ia mengunjugi Sang Buddha dan para bhikkhu untuk berdana makanan.
Pada hari ketujuh, Sang Buddha berkhotbah tentang penghargaan dana (Anumodana)

Kemudian sang Buddha membabarkan syair 286 berikut :

Di sini aku berdiam diri pada musim hujan, di sini aku akan berdiam selama musim gugur dan musim panas.
Demikianlah pikiran orang bodoh yang tidak menyadari bahaya (kematian).

Pada saat khotbah Dhamma berakhir, saudagar Mahadhana mencapai tingkat kesucian Sotapatti. Ia mengikuti Sang Buddha selama beberapa waktu sebelum akhirnya kembali. Dalam perjalanan pulang ia terserang sakit kepala dan akhirnya meninggal dunia.
Mahadhana terlahir kembali di alam surga Tusita.

Kisah-kisah Dhammapada
The Dhammapada Verses and Stories
Penyunting: Bhikkhu Jotidhammo
Sangha Theravada Indonesia 1997

4 - 0